KERAJAAN ISLAM DI PULAU SUMATERA
- KERAJAAN SAMUDRA PASAI
- Sejarah Kerajaan Samudra Pasai
Keterangan : Gambar ini diambil dari http://informasiana.com/kerajaan-islam-di-indonesia-sejarah-kerajaan-samudra-pasai/#
Deskripsi : Marco Polo melaporkan, pada 1267 Masehi telah berdiri kerajaan Islam pertama di kepulauan nusantara, yang tidak lain adalah Kesultanan Pasai yang terletak di kepulauan Sumatra. Marco Polo berkunjung ke Pasai pada masa pemerintahan Sultan Malik Al Salih, tepatnya tahun 1292 Masehi, ketika kerajaan ini belum lama berdiri namun sudah memperlihatkan potensi kemakmurannya. Marco Polo singgah ke Samudera Pasai dalam rangkaian perjalanannya dari Tiongkok ke Persia. Kala itu, Marco Polo ikut dalam rombongan dari Italia yang melawat ke Sumatra sepulang menghadiri undangan dari Kubilai Khan, Raja Mongol, yang juga menguasai wilayah Tiongkok. Marco Polo menyebut kawasan yang disinggahinya itu dengan nama “Giava Minor” atau “Jawa Minor” (H. Mohammad Said, 1963:82-83).
- Kehidupan kerajaan Samudra Pasai
Di masa pemerintahan Sultan Malik al Saleh, Samudra Pasai telah memiliki hubungan diplomatik kepada Cina. Hal tersebut telah diberitakan dalam sejarah Dinasti Yuan yang berasal dari Cina. Informasi itu telah menyatakan bahwa di tahun 1282 seorang utusan Cina akan bertemu dengan salah seorang menteri yang berasal dari kerajaan Sumatra. Mereka telah menyepakati agar raja Samudra mengirimkan dutanya ke CIna. Hubungan luar negeri lainnya ialah kepada negara yang ada di Timur Tengah. Informasi dari Ibnu Batutah yang sudah berkunjung ke Samudra Pasai di masa Sultan Malik al Thahir II pada tahun 1346 sampai 1383, telah menyatakan bahwa ada beberapa ahli agama datang ke wilayah Samudra Pasai, yang diantaranya Taj al Din dari Istahan dan Qadi Sharif Amir Sayyid yang berasal dari PErsi (Iran). ADapun hubungan perdagangan yang telah dilakukan dengan beberapa negara diantara lain Gujarat, Iran, Melayu, Jawa, Siam, Turki dan Arab.
- Kehidupan Ekonomi dan Sosial Kerajaan Samudra Pasai
Kehidupan ekonomi dari Kerajaan Samudra Pasai sangat banyak telah dipengaruhi oleh adanya kegiatan perdagangan karena letak kerajaan samudra pasai sangat strategis. Posisi geogradi Samudra pasai sangat begitu strategis sebab berbatasan dengan Selat Malaka dan terletak pada jalur perdagangan internasional dengan melalui Samudra Hndia yang berada antara India, Cina dan Jazirah Arab. Komoditas yang dari kerajaan Samudra Pasai yang banyak diperdagangkan yaitu emas, lada dan kapur barus. Kemudian untuk kepentingan perdagangan telah dikenal adanya uang yang menjadi alat tukar dalam bentuk mata uang emas yang dikenal sebagai dirham atau deureuham. Kerajaan Samudra PAsai mempunyai hegemoni atau pengaruh terhadap pelabuhan-pelabuhan penting yang berada di Pidie, Perlak dan daerah-daerah yang ada diujung pulau Sumatra.
Perdagangan yang terjadi kerajaan Samudra Pasai mulai berkembang pesat di masa pemerintahan SUltan Malik al Thahir II. Berdasarkan informasi Ibnu Batutah bahwa perdagangan yang ada di Samudra Pasai itu sudah semakin maju dan ramai karena didukung oleh armada laut yang sangat kuat sehingga para pedagang tentunya merasa nyaman dan aman untuk berdagangan di Samudra pAsai. Kemajuan didalam bidang ekonomi tersebut akhirnya membawah pengarauh atau dampak yang besar terhadap kehidupan masyarakat Samudra Pasai yang makmur. Kehidupan masyarakat dari kerajaan Samudra PAsai itu diwarnai dengan ajaran Islam. Hubungan antara rakyat dengan Sultan itu telah terjalin dengan baik. Sultan biasanya melaksanakan Musyawarah dan mulai bertukar pikiran dengan para ulama. Selain itu, Sultan juga sangat begitu hormat dengan para tamu yang sudah datang. Bahkan dia sering memberikan sebuah cinderamata untuk para tamu kerajaan Samudra Pasai.
- Kehidupan Keagamaan dan Politik Kerajaan Samudra Pasai
Di Abad ke 14, Samudra Pasai sudah menjadi pusat penyebaran agama Islam yang ada di Asia Tenggara. Malaka juga mulai berkembang dengan menjadi kerajaan yang memilik corak Islam sesudah menjalin hubungan yang baik kepada Samudra Pasai, apalagi sesudah terjadi pernikahan yaitu Putra Sultan dengan Putri yang ada di Malaka. Didalam sebuah hikayat Patani telah diceritakan tentang pengislaman Raja Patani yang memiliki nama Paya Tu Naqpa. Pengislaman tersebut dilakukan oleh seseorang dari Pasai yang bernama Syaikh Sa’id sesudah berhasil dalam menyembuhkan penyakit dari Raja Patani. Setelah masuk dalam Islam, Raja Patani kemudian berganti nama sebagai Sultan Ismail SYah Zilullah Fil-Alam. Kemudian putra-putra raja terebut akhirnya mulai mengikuti ayahnya untuk masuk Islam.
- Kesultanan Samudra Pasai
Keterangan :
Deskripsi sederhana : Gamabr ini merupakan gambaran silsilah kepemerintahan atau ksususana kesultanan Kerajaan Samudra Pasai yang dipegang oleh raja-rajanya yang berkuasa pada tahun masing-masing.
- KERAJAAN SAMUDRA PASAI
- Sejarah Kerajaan Aceh Darussalam
Keterangan :
Gambar ini diambil dari http://sekilasinfoaceh.blogspot.co.id/2013/02/kerajaan-kerajaan-islam-di-aceh.html
Deskripsi sederhana : Kesultanan Aceh Darussalam memulai pemerintahannya ketika Kerajaan Samudera Pasai sedang berada di ambang keruntuhan. Samudera Pasai diserang oleh Kerajaan Majapahit hingga mengalami kemunduran pada sekitar abad ke-14, tepatnya pada 1360. Pada masa akhir riwayat kerajaan Islam pertama di nusantara itulah benih-benih Kesultanan Aceh Darussalam mulai lahir. Kesultanan Aceh Darussalam dibangun di atas puing-puing kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha yang pernah ada sebelumnya, seperti Kerajaan Indra Purba, Kerajaan Indra Purwa, Kerajaan Indra Patra, dan Kerajaan Indrapura (Indrapuri).
- Wilayah kekuasaan Kerajaan Aceh
Daerah-daerah yang menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Kesultanan Aceh Darussalam, dari masa awalnya hingga terutama berkat andil Sultan Iskandar Muda, mencakup antara lain hampir seluruh wilayah Aceh, termasuk Tamiang, Pedir, Meureudu, Samalanga, Peusangan, Lhokseumawe, Kuala Pase, serta Jambu Aye. Selain itu, Kesultanan Aceh Darussalam juga berhasil menaklukkan seluruh negeri di sekitar Selat Malaka termasuk Johor dan Malaka, kendati kemudian kejayaan pemerintahan Kesultanan Aceh Darussalam di bawah pemerintahan Sultan Iskandar Muda mulai mengalami kemunduran pasca penyerangan ke Malaka pada 1629.
- Bidang Ekonomi dan Sosial Kerajaan
Penduduk Aceh sangat gemar berniaga. Mereka berbakat dagang karena memiliki cukup banyak pengalaman dalam bidang tersebut. Selain itu, kebanyakan masyarakat Aceh juga ahli dalam sektor pertukangan. Banyak di antara penduduk Aceh yang bermatapencaharian sebagai tukang emas, tukang meriam, tukang kapal, tukang besi, tukang jahit, tukang periuk, tukang pot, dan juga suka membuat berbagai macam minuman. Mengenai alat transaksi yang digunakan, pada sekitar abad ke-16, masyarakat Aceh yang bernaung di bawah pemerintahan Kesultanan Aceh Darussalam sudah mengenal beberapa jenis mata uang. Uang yang digunakan di Aceh kala itu terbuat dari emas, kupang, pardu, dan tahil (Said a, 1981:219).
- Kehidupan Keagamaan dan Politik Kerajaan
Kendati masa pemerintahan Sultan Mughayat Syah relatif singkat, namun ia berhasil membangun kerajaan Aceh yang besar dan kokoh. Sultan Ali Mughayat Syah juga meletakkan dasar-dasar politik luar negeri Kesultanan Aceh Darussalam, antara lain :
- Mencukupi kebutuhan sendiri sehingga tidak tergantung pada pihak lain.
- Menjalin persahabatan yang lebih erat dengan kerajaan-kerajaan Islam lain di nusantara
- Bersikap waspada terhadap kolonialisme Barat.
- Menerima bantuan tenaga ahli dari pihak luar.
- Menjalankan dakwah Islam ke seluruh kawasan nusantara.
- Kesultanan Kerajaan
Sepanjang riwayat dari awal berdiri hingga keruntuhannya, Kesultanan Aceh Darussalam tercatat telah berganti sultan hingga tigapuluh kali lebih. Berikut ini silsilah para sultan/sultanah yang pernah berkuasa di Kesultanan Aceh Darussalam :
- Sulthan Ali Mughayat Syah (1496-1528)
- Sulthan Salah ad-Din (1528-1537)
- Sulthan Ala ad-Din Ri`ayat Syah al-Kahar (1537-1568)
- Sulthan Husin Ibnu Sultan Alauddin Ri`ayat Syah (1568-1575)
- Sulthan Muda (1575)
- Sulthan Sri Alam (1575-1576)
- Sulthan Zain Al-Abidin (1576-1577)
- Sulthan Ala al-din mansyur syah (1576-1577)
- Sulthan Buyong atau Sultan Ali Ri`ayat Syah Putra (1589-1596)
- Sulthan Ala`udin Ri`ayat Syah Said Al-Mukammal Ibnu (1596-1604)
- Sulthan Ali Riayat Syah (1604-1607)
- Sulthan Iskandar Muda Johan Pahlawan Meukuta Alam (1607-1636)
- Sulthan Iskandar Tsani (1636-1641)
- Sulthanah (Ratu) Tsafiatu' ddin Taj 'Al-Alam / Puteri Sri Alam (1641-1675)
- Sulthanah (Ratu) Naqi al-Din Nur Alam (1675-1678)
- Sulthanah (Ratu) Zaqi al-Din Inayat Syah (1678-1688)
- Sulthanah (Ratu) Kamalat Sayah Zinat al-Din (1688-1699)
- Sulthan Badr al-Alam Syarif Hasyim Jamal al-Din (1699-1702)
- Sulthan Perkasa Alam Syarif Lamtui (1702-1703)
- Sulthan Jamal al-Alam Badr al-Munir (1703-1726)
- Sulthan Jauhar al-Alam Amin al-Din (1726)
- Sulthan Syams al-Alam (1726-1727)
- Sulthan Ala al-Din Ahmad Syah (1723-1735)
- Sulthan Ala al-Din Johan Syah (1735-1760)
- Sulthan Mahmud Syah (1760-1781)
- Sulthan Badr al-Din (1781-1785)
- Sulthan Sulaiman Syah (1785-1791)
- Sulthan Alauddin Muhammad Daud Syah (1791-1795)
- Sulthan Ala al-Din Jauhar Alam Syah (1795-1815)
- Sulthan Syarif Saif al-Alam (1815-1818)
- Sulthan Ala al-Din Jauhar Alam Syah (1818-1824)
- Sulthan Muhammad Syah (1824-1838)
- Sulthan Sulaiman Syah (1838-1857)
- Sulthan Mansyur Syah (1857-1870)
- Sulthan Mahmud Syah (1870-1874)
- Sulthan Muhammad Daud Syah (1874-1903)
KERAJAAN ISLAM DI PULAU JAWA
- Pusat Wilayah Kekuasaan Kerajaan Demak
Dengan berkembangnya Islam di Demak, maka Demak dapat berkembang sebagai kota dagang dan pusat penyebaran Islam di pulau Jawa. Hal ini dijadikan kesempatan bagi Demak untuk melepaskan diri dengan melakukan penyerangan terhadap Majapahit.
Setelah Majapahit hancur maka Demak berdiri sebagai kerajaan Islam pertama di pulau Jawa dengan rajanya yaitu Raden Patah. Kerajaan Demak secara geografis terletak di Jawa Tengah dengan pusat pemerintahannya di daerah Bintoro di muara sungai, yang dikelilingi oleh daerah rawa yang luas di perairan Laut Muria. (sekarang Laut Muria sudah merupakan dataran rendah yang dialiri sungai Lusi). Bintoro sebagai pusat kerajaan Demak terletak antara Bergola dan Jepara, di mana Bergola adalah pelabuhan yang penting pada masa berlangsungnya kerajaan Mataram (Wangsa Syailendra), sedangkan Jepara akhirnya berkembang sebagai pelabuhan yang penting bagi kerajaan Demak.
- Bidang Keagamaan dan Sosial Kerajaan Demak
Memadukan Budaya Jawa Dan Islam Kehidupan sosial masyarakat Demak telah diatur dengan hukum-hukum yang berlaku dalam ajaran agama Islam. Meski demikian, peraturan tersebut tidak begitu saja meninggalkan tradisi lama sehingga muncul sistem kehidupan sosial masyarakat yang telah mendapat pengaruh agama Islam. Karakter agama Islam yang demokratis dan fleksibel memberikan kesempatan bagi rakyat Demak untuk mengembangkan pekerjaan mereka.
- Kehidupan Politik Kerajaan Demak
Lokasi kerajaan Demak yang strategis untuk perdagangan nasional, karena menghubungkan perdagangan antara Indonesia bagian Barat dengan Indonesia bagian Timur, serta keadaan Majapahit yang sudah hancur, maka Demak berkembang sebagai kerajaan besar di pulau Jawa, dengan rajanya yang pertama yaitu Raden Patah.
- Perkonomian kerajaan Demak
Seperti yang telah dijelaskan pada uraian materi sebelumnya, bahwa letak Demak sangat strategis di jalur perdagangan nusantara memungkinkan Demak berkembang sebagai kerajaan maritim. Dalam kegiatan perdagangan, Demak berperan sebagai penghubung antara daerah penghasil rempah di Indonesia bagian Timur dan penghasil rempah-rempah Indonesia bagian barat. Dengan demikian perdagangan Demak semakin berkembang. Dan hal ini juga didukung oleh penguasaan Demak terhadap pelabuhan-pelabuhan di daerah pesisir pantai pulau Jawa.
Sebagai kerajaan Islam yang memiliki wilayah di pedalaman, maka Demak juga memperhatikan masalah pertanian, sehingga beras merupakan salah satu hasil pertanian yang menjadi komoditi dagang. Dengan demikian kegiatan perdagangannya ditunjang oleh hasil pertanian, mengakibatkan Demak memperoleh keuntungan di bidang ekonomi.
- Kesultanan Kerajaan Demak
1. Raden Patah (1478 – 1518)
Keterangan :
Gambar ini ini diambil dari http://www.sejarah-negara.com/raja-raja-yang-pernah-memerintah-kerajaan-demak/
Raden Patah adalah pendiri dan raja pertama di Demak. Pada masa pemerintahannya mengalami perkembangan yang sangat pesat. Dengan bantuan para wali, Demak diperluas hingga meliputi Jepara, Pati, Rembang, Semarang, kepulauan di selat Karimata dan beberapa daerah di Kalimantan. Kerajaan ini menguasai beberapa pelabuhan penting seperti Jepara, Tuban, Sedayu, Jaratan dan Gresik.
Perannya dalam penyebaran agama Islam sangatlah besar. Dengan bantuan Sembilan Wali (Wali Songo), Demak menjadi pusat penyebaran agama Islam di Jawa dan wilayah Nusantara bagian timur. Oleh para wali, di Demak didirikan Masjid Agung Demak yang masih berdiri kokoh hingga sekarang. Murid-murid para wali ini tidak hanya orang Jawa. Di antara murid-murid itu ada yang berasal dari daerah Banjarmasin (Banjar), Makasar, Ternate dan Ambon. Di daerah-daerah kekuasaan Demak seperti wilayah pesisir utara Jawa, sebagian Sumatera dan sebagian Kalimantan, agama Islam juga disebarkan.
2. Pati Unus ( 1518 – 1521 M )
Keterangan :
Gambar ini ini diambil dari http://www.sejarah-negara.com/raja-raja-yang-pernah-memerintah-kerajaan-demak/
Pati Unus berkuasa tahun 1518 M sampai tahun 1521 M. Karena jasanya memimpin armada Demak dalam penyerangan ke Malaka, Pati Unus mendapatkan sebutan “Pangeran Sabrang Lor”. Pemerintahan Pangeran Sabrang Lor tidak berlangsung lama, karena setelah 3 tahun memerintah beliau sakit dan wafat tahun 1521 M. Pati Unus meninggal tanpa menurunkan anak. Sebagai penggantinya adalah adiknya yang bernama Raden Trenggono yang kemudian bergelar Sultan Trenggono.
3. Sultan Trenggono ( 1521 – 1546 )
Keterangan :
Gambar ini ini diambil dari http://www.sejarah-negara.com/raja-raja-yang-pernah-memerintah-kerajaan-demak/
Sultan Trenggono adalah adik Pati Unus dan putra ketiga Raden Patah. Di bawah pemerintahannya wilayah Demak bertambah luas. Tahun 1522, armada laut Demak di bawah pimpinan Fatahillah (Faletehan) mengadakan penyerangan dimulai dari Banten, Sunda Kelapa, kemudian ke Cirebon. Ketiga daerah ini semula berada di bawah kekuasaan Kerajaan Pajajaran. Pada saat itu juga Portugis bekerja sama dengan Pajajaran untuk menguasai Sunda Kelapa.
- Pusat Wilayah kesultanan Yogyakarta
Keterangan :
Gambar ini diambil dari https://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Ngayogyakarta_Hadiningrat
Deskripsi sederhana : Dari gambar di atas terlihat demikianlah peta wilayah dan perluasan Kasultanan Yogyakarta sejak tahun 1830 (berwarna hijau dan berada di sebelah selatan).
- Bidang Kebudayaan kesultanan Yogyakarta
Keterangan :
Gambar ini diambil dari https://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Beksan_Entheng_dansers_aan_het_hof_van_de_sultan_van_Jogjakarta_TMnr_60027246.jpg
Deskripsi sederhana : inilah gambar dokumentasi Para penari tarian Beksan Entheng, yang sebagai bukti penting kebudayaan kesultanan Yogyakarta sekitar tahun 1870.
Sebagaimana masyarakat Jawa pada umumnya, kebudayaan di Kesultanan Yogyakarta tidak begitu memiliki batas yang tegas antar aspeknya. Kebiasaan umum (adat istiadat), kepercayaan, seni, pandangan hidup, pendidikan, dan sebagainya saling tumpang tindih, bercampur dan hanya membentuk suatu gradasi yang kabur. Sebagai contoh seni arsitektur bangunan Keraton tidak lepas dari konsep “Raja Gung Binathara” (raja yang agung yang dihormati bagaikan dewa) yang merupakan pandangan hidup masyarakat yang juga menjadi bagian dari sistem kepercayaan (penghormatan kepada dewa/tuhan). Beberapa tarian tertentu, misalnya Bedhaya Ketawang, selain dianggap sebagai seni pertunjukan juga bersifat sakral sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur pendiri kerajaan dan penguasa alam. Begitu pula benda-benda tertentu dianggap memiliki kekuatan magis dan berkaitan dengan dunia roh dalam pandangan hidup masyarakat. Oleh karenanya dalam pergaulan sehari-haripun ada pantangan yang bila dilanggar akan menimbulkan kutuk tertentu bagi pelakunya. Ini pula yang menimbulkan tata kebiasaan yang diberlakukan dengan ketat.
Kebudayaan tersebut diwariskan dari generasi ke generasi berdasar cerita dari mulut ke mulut. Pelajaran tentang kehidupan disampaikan melalui cerita-cerita wayang yang pada akhirnya menumbuhkan kesenian pertunjukkan wayang kulit maupun wayang jenis lain. Selain itu wejangan dan nasihat tentang pandangan hidup dan sistem kepercayaan juga ditransmisikan dalam bentuk tembang (lagu) maupun bentuk sastra lainnya. Semua hal itu tidak lepas dari sistem bahasa yang digunakan dan membuatnya berkembang. Dalam masyarakat dipakai tiga jenjang bahasa yaitu Ngoko (bahasa Jawa rendah), Krama Andhap (bahasa Jawa tengah), dan Krama Inggil (bahasa Jawa tinggi). Aturan pemakaian bahasa tersebut sangat rumit, namun tercermin budaya penghormatan dan saling menghargai. Ada satu lagi bahasa yang khusus dan hanya digunakan di lingkungan istana yang disebut dengan Bagongan yang lebih mencerminkan pandangan hidup kesetaraan kedudukan di antara pemakainya.
- Budaya dan Pendidikan kesultanan Yogyakarta
Perkembangan budaya sebagaimana dijelaskan di awal tidak lepas pula dari sistem pendidikan. Pada mulanya sistem pendidikan yang digunakan meneruskan sistem yang digunakan zaman Mataram. Pendidikan formal hanya dapat dinikmati oleh keluarga kerajaan. Pendidikan itu meliputi pendidikan agama dan sastra. Pendidikan agama diselenggarakan oleh Kawedanan Pengulon. Pendidikan ini berlokasi di kompleks masjid raya kerajaan. Pendidikan sastra diselenggarakan oleh Tepas Kapunjanggan. Kedua pendidikan ini satu sistem dan tidak terpisah. Para siswa diberi pelajaran agama, bahasa Jawa, budaya, dan literatur (serat dan babad).
Pendidikan barat baru diperkenalkan oleh pemerintah penjajahan pada awal abad 20. Pada pemerintahan Sultan HB VIII sistem pedidikan dibuka. Mula-mula sekolah dasar dibuka di Tamanan dan kemudian dipindahkan di Keputran. Sekolah ini masih ada hingga sekarang dalam bentuk SD N Keputran. Pendidikan lanjut memanfaatkan pendidikan yang dibuka oleh pemerintah penjajahan seperti HIS, Mulo, dan AMS B. Muncul pula sekolah guru dari kalangan Muhammadiyah Hogere School Moehammadijah pada 1918 (kini bernama Muallimin). Pada 1946 kesultanan ikut serta dalam mendirikan Balai Perguruan Kebangsaan Gajah Mada yang pada 1949 dijadikan UGM.
Selanjutnya untuk bidang Keagamaan Keraton, karena Sebagai sebuah Kesultanan, Islam merupakan kepercayaan resmi kerajaan. Sultan memegang kekuasaan tertinggi dalam bidang kepercayaan dengan gelar Sayidin Panatagama Khalifatullah. Walaupun demikian kepercayaan-kepercayaan lokal (baca kejawen) masih tetap dianut rakyat disamping mereka menyatakan diri sebagai orang Islam. Berbagai ritus kepercayaan lokal masih dijalankan namun doa-doa yang dipanjatkan diganti dengan menggunakan bahasa Arab. Hal ini menujukkan sebuah kepercayaan baru yang merupakan sinkretis antara kepercayaan Islam dan kepercayaan lokal. Gerakan puritan untuk membersihkan Islam dari pengaruh kepercayaan lokal dan westernisasi baru muncul pada tahun 1912 seiring dengan tumbuh dan berkembangnya organisasi Islam Muhammadiyah dari kalangan Imam Kerajaan. Pada perkembangan selanjutnya kawasan Kauman Yogyakarta yang menjadi tempat tinggal para Imam Kerajaan menjadi pusat gerakan puritan itu.
- Perkonomian Kesultanan Yogyakarta
Sumber ekonomi utama yang tersedia bagi Kesultanan Yogyakarta adalah tanah, hutan kayu keras, perkebunan, pajak, dan uang sewa. Oleh karena itu sistem ekonomi tidak bisa lepas dari sistem agraria. Sultan menguasai seluruh tanah di Kesultanan Yogyakarta. Dalam birokrasi kerajaan, pertanahan diurus oleh Kementerian Pertanahan, Kanayakan Siti Sewu. Urusan tanah di Kesultanan Yogyakarta dibagi menjadi dua bentuk yaitu tanah yang diberikan Sultan kepada anggota keluarga kerajaan dan tanah yang diberikan kepada pegawai kerajaan. Tanah tersebut berlokasi teritori Nagara Agung, khususnya daerah Mataram, dan disebut sebagai tanah lungguh (apanage land/tanah jabatan). Tanah yang berada dalam pemeliharaan para keluarga kerajaan dan pegawai kerajaan tersebut juga digunakan oleh masyarakat umum sebagai tempat tinggal dan pertanian dari generasi ke generasi. Sebagai imbalannya mereka menyetor sebagian hasil panen sebagai bentuk pajak. Sekalipun kaum ningrat dan rakyat umum memiliki kebebasan dalam mengatur, mengolah, dan mendiami tanah tersebut mereka tidak diijinkan untuk menjualnya.
- Kehidupan Sosial Kesultanan Yogyakarta
Diperkirakan penduduk kesultanan pada waktu perjanjian berjumlah 522.300 jiwa, dengan asumsi tanah satu karya dikerjakan oleh satu keluarga dengan anggota enam orang. Pada 1930 penduduk meningkat menjadi 1.447.022 jiwa.
Dalam strata sosial, penduduk dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu bangsawan (bandara), pegawai (abdi Dalem) dan rakyat jelata (kawula Dalem). Sultan yang merupakan anggota lapisan bangsawan menempati urutan puncak dalam sistem sosial. Anggota lapisan bangsawan ini memiliki hubungan kekerabatan dengan Sultan yang pernah atau sedang memerintah. Namun hanya bangsawan keturunan 1-4 (anak, cucu, anak dari cucu, dan cucu dari cucu) dari Sultan yang termasuk Keluarga Kerajaan dalam artian mereka memiliki kedudukan dan peran dalam upacara kerajaan.
Lapisan pegawai mendasarkan kedudukan mereka dari surat keputusan yang dikeluarkan oleh Sultan. Lapisan ini dibedakan menjadi tiga yaitu pegawai Keraton, pegawai Kepatihan, Kabupaten, dan Kapanewon, serta pegawai yang diperbantukan pada pemerintah penjajahan. Lapisan rakyat jelata dibedakan atas penduduk asli dan pendatang dari luar. Selain itu terdapat juga orang-orang asing maupun keturunannya yang bukan warga negara Kasultanan Yogyakarta yang berdiam di wilayah kesultanan.
Keterangan :
Gambar ini diambil dari
Deskripsi sederhana : Inilah Potret putra dan putri bangsawan Kesultanan Yogyakarta pada tahun (1870). Gambar tersebut dapat memperlihatkan tentang gambaran kehidupan sosial di dalam keseharian anggota keluarga dalam di kesultanan Yogyakarta.
KERAJAAN ISLAM DI PULAU KALIMANTAN
- Kerajaan Pontianak
Keterangan:
Gambar ini diambil dari : http://www.gurusejarah.com/2015/01/kerajaan-kerajaan-islam-di-kalimantan.html
Deskripsi sederhana : Disamping Sumatra dan Jawa, ternyata di Kalimantan juga terdapat beberapa kerajaan-kerajaan yang bercorak Islam. Apakah kamu sudah mengetahui nama kerajaan-kerajaan Islam yang tumbuh di Kalimantan? Di antara kerajaan Islam itu adalahKesultanan Pasir (1516), Kesultanan Banjar (1526-1905), Kesultanan Kotawaringin, Kerajaan Pagatan (1750), Kesultanan Sambas (1671), Kesultanan Kutai Kartanegara, Kesultanan Berau (1400), Kesultanan Sambaliung (1810), Kesultanan Gunung Tabur (1820), Kesultanan Tidung, Kesultanan Bulungan dan kerajaan Pontianak yang seperti terlihat pada gambar di atas.
- Kehidupan Kerajaan, Sosial, Ekonomi, dan Politik
Seluruh aspek kehidupan kerajaan ini tergambarkan saat Syarif Idrus kemudian diangkat menjadi pimpinan utama masyarakat di tempat itu dengan gelar Syarif Idrus ibn Abdurrahman al-Aydrus yang kemudian memindahkan kota dengan pembuatan benteng atau kubu dari kayu-kayuan untuk pertahanan. Sejak itu Syarif Idrus ibn Abdurrahman al-Aydrus dikenal sebagai Raja Kubu. Daerah itu mengalami kemajuan di bidang perdagangan dan keagamaan, sehingga banyak para pedagang yang berdatangan dari berbagai negeri.
Masa pemerintahan Sultan Syarif Muhammad merupakan masa pemerintahan terpanjang dalam sejarah Kesultanan Pontianak. Ia sangat berperan dalam mendorong terjadinya pembaruan dan moderenisasi di Pontianak. Dalam bidang sosial dan kebudayaan, dia adalah sultan Melayu di Kalimantan Barat yang pertama kali berpakaian kebesaran Eropa di samping pakaian Melayu, Teluk Belanga, sebagai pakaian resmi. Dia juga orang yang menyokong majunya bidang pendidikan serta kesehatan.
Selain itu, ia juga mendorong masuknya modal swasta Eropa dan Cina, serta mendukung bangsa Melayu dan Cina mengembangkan perkebunan karet, kelapa, dan kopra serta industri minyak kelapa di Pontianak. Sementara dalam aspek politik, Sultan memfasilitasi berdiri dan berkembangnya organisasi-organisasi politik, baik yang dilakukan oleh kerabat kesultanan maupun tokoh-tokoh masyarakat.
- Kesultanan Kerajaan
Keterangan
Gambar ini diambil dari https://sultansinindonesieblog.wordpress.com/kalimantan-4/sultan-pontianak/
Deskripsi sederhana : inilah gambar bagan silsilah para sultan ataupun raja-raja di kerajaan pontiaqnak untuk lebih jelasnya lihat gambar tabel berikut ini ;
Sultan-Sultan Kadriah Pontianak
| ||
No
|
Sultan
|
Masa pemerintahan
|
1
|
1 September 1778 – 28 Februari 1808
| |
2
|
Sultan Syarif Kasim Alkadrie bin Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie
|
28 Februari 1808 – 25 Februari 1819
|
3
|
Sultan Syarif Usman Alkadrie bin Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie
|
25 Februari 1819 – 12 April 1855
|
4
|
Sultan Syarif Hamid Alkadrie bin Sultan Syarif Usman Alkadrie
|
12 April 1855 – 22 Agustus 1872
|
5
|
Sultan Syarif Yusuf Alkadrie bin Sultan Syarif Hamid Alkadrie
|
22 Agustus 1872 – 15 Maret 1895
|
6
|
Sultan Syarif Muhammad Alkadrie bin Sultan Syarif Yusuf Alkadrie
|
15 Maret 1895 – 24 Juni 1944
|
*
|
Interregnum
|
24 Juni 1944 – 29 Oktober 1945
|
7
|
29 Oktober 1945 – 30 Maret 1978
| |
*
|
Interregnum
|
30 Maret 1978 – 15 Januari 2004
|
8
|
Sultan Syarif Abubakar Alkadrie bin Syarif Mahmud Alkadrie bin Sultan Syarif Muhammad Alkadrie
|
15 Januari 2004 – Sekarang
|
Deskripsi sederhana : Sebagai tambahan informasi saja masih ada juga Sultan yang memilik andil besar dalam pemerintahan tersebut yakni, Pemerintahan Syarif Idrus (lengkapnya: Syarif Idrus al-Aydrus ibn Abdurrahman ibn Ali ibn Hassan ibn Alwi ibn Abdullah ibn Ahmad ibn Husin ibn Abdullah al-Aydrus) memerintah pada 1199-1209 H atau 1779-1789 M. Cerita lainnya mengatakan bahwa pendakwah dari Tarim (Hadramaut) yang mengajarkan Islam dan datang ke Kalimantan bagian barat terutama ke Sukadana ialah Habib Husin al-Gadri. Ia semula singgah di Aceh dan kemudian ke Jawa sampai di Semarang dan di tempat itulah ia bertemu dengan pedagang Arab namanya Syaikh, karena itulah maka Habib al-Gadri berlayar ke Sukadana. Dengan kesaktian Habib Husin al-Gadri menyebabkan ia mendapat banyak simpati dari raja, Sultan Matan dan rakyatnya. Kemudian Habib Husin al- Gadri pindah dari Matan ke Mempawah untuk meneruskan syiar Islam. Setelah wafat ia diganti oleh salah seorang putranya yang bernama Pangeran Sayid Abdurrahman Nurul Alam. Ia pergi dengan sejumlah rakyatnya ke tempat yang kemudian dinamakan Pontianak dan di tempat inilah ia mendirikan keraton dan masjid agung. Pemerintahan Syarif Abdurrahman Nur Alam ibn Habib Husin al-Gadri pada 1773- 1808, digantikan oleh Syarif Kasim ibn Abdurrahman al-Gadri pada 1808-1828 dan selanjutnya Kesultanan Pontianak di bawah pemerintahan sultan-sultan keluarga Habib Husin al-Gadri. Untuk lebih jelasnya silakan cek link berikut, http://www.gurusejarah.com/2015/01/kerajaan-kerajaan-islam-di-kalimantan.html
KERAJAAN ISLAM DI PULAU SULAWESI
- Kerajaan Gowa dan Tallo
Keterangan :
Gambar ini diambil dari : http://3.bp.blogspot.com/y5fmsmI8TG4/TnUjksmDJxI/AAAAAAAAAMI/GhDb-63pPdU/s1600/Untitled-1+copy.jpg
Deskripsi sederhana : Inilah gambar sederhana yang memberikan gambaran letak Kerajaan Gowa dan Tallo atau yang lebih dikenal dengan sebutan Kerajaan Makassar. Yakni Kerajaan tersebut terletak di daerah Sulawesi Selatan. Makassar sebenarnya adalah ibukota Gowa yang dulu disebut sebagai Ujungpandang. Secara geografis Sulawesi Selatan memiliki posisi yang penting, karena dekat dengan jalur pelayaran perdagangan Nusantara. Bahkan daerah Makassar menjadi pusat persinggahan para pedagang, baik yang berasal dari Indonesia bagian timur maupun para pedagang yang berasal dari daerah Indonesia bagian barat. Dengan letak seperti ini mengakibatkan Kerajaan Makassar berkembang menjadi kerajaan besar dan berkuasa atas jalur perdagangan Nusantara.
- Bidang Ekonomi, Budaya dan Sosial Kerajaan Gowa dan Tallo
Sebagai negara maritim, maka sebagian besar masyarakat Gowa adalah nelayan dan pedagang. Mereka giat berusaha untuk meningkatkan taraf kehidupannya, bahkan tidak jarang dari mereka yang merantau untuk menambah kemakmuran hidupnya. Walaupun masyarakat Gowa memiliki kebebasan untuk berusaha dalam mencapai kesejahteraan hidupnya, tetapi dalam kehidupannya mereka sangat terikat dengan norma adat yang mereka anggap sakral. Norma kehidupan masyarakat diatur berdasarkan adat dan agama Islam yang disebut Pangadakkang. Dan masyarakat Gowa sangat percaya dan taat terhadap norma-norma tersebut.
Di samping norma tersebut, masyarakat Gowa juga mengenal pelapisan sosial yang terdiri dari lapisan atas yang merupakan golongan bangsawan dan keluarganya disebut dengan Anakarung atau Karaeng, sedangkan rakyat kebanyakan disebut to Maradeka dan masyarakat lapisan bawah disebut dengan golongan Ata[2].
Dari segi kebudayaan, maka masyarakat Gowa banyak menghasilkan benda-benda budaya yang berkaitan dengan dunia pelayaran. Mereka terkenal sebagai pembuat kapal.
Keterangan :
Deskripsi sederhana : Inilah Jenis kapal yang dibuat oleh orang Gowa dikenal dengan nama Pinisi dan Lombo. Kapal Pinisi dan Lombo merupakan kebanggaan rakyat Sulawesi Selatan dan terkenal hingga mancanegara.
- Kehidupan Keagamaan dan Politik Kerajaan Gowa dan Tallo
Penyebaran Islam di Sulawesi Selatan dilakukan oleh Datuk Robandang/Dato’ Ri Bandang dari Sumatera, sehingga pada abad 17 agama Islam berkembang pesat di Sulawesi Selatan, bahkan raja Makasar pun memeluk agama Islam. Raja Makasar yang pertama memeluk agama Islam adalah Sultan Alaudin. Sejak pemerintahan Sultan Alaudin kerajaan Makasar berkembang sebagai kerajaan maritim dan berkembang pesat pada masa pemerintahan raja Muhammad Said (1639 – 1653). Selanjutnya kerajaan Makasar mencapai puncak kebesarannya pada masa pemerintahan Sultan Hasannudin (1653 – 1669). Pada masa pemerintahannya Makasar berhasil memperluas wilayah kekuasaannya yaitu dengan menguasai daerah-daerah yang subur serta daerah-daerah yang dapat menunjang keperluan perdagangan Makasar. Ia berhasil menguasai Ruwu, Wajo, Soppeng, dan Bone.Perluasan daerah Makasar tersebut sampai ke Nusa Tenggara Barat. Daerah kekuasaan Makasar luas, seluruh jalur perdagangan di Indonesia Timur dapat dikuasainya. Sultan Hasannudin terkenal sebagai raja yang sangat anti kepada dominasi asing. Oleh karena itu ia menentang kehadiran dan monopoli yang dipaksakan oleh VOC yang telah berkuasa di Ambon. Untuk itu hubungan antara Batavia (pusat kekuasaan VOC di Hindia Timur) dan Ambon terhalangi oleh adanya kerajaan Makasar. Dengan kondisi tersebut maka timbul pertentangan antara Sultan Hasannudin dengan VOC, bahkan menyebabkan terjadinya peperangan. Peperangan tersebut terjadi di daerah Maluku. Dalam peperangan melawan VOC, Sultan Hasannudin memimpin sendiri pasukannya untuk memporak-porandakan pasukan Belanda di Maluku. Akibatnya kedudukan Belanda semakin terdesak. Atas keberanian Sultan Hasannudin tersebut maka Belanda memberikan julukan padanya sebagai Ayam Jantan dari Timur. Upaya Belanda untuk mengakhiri peperangan dengan Makasar yaitu dengan melakukan politik adu-domba antara Makasar dengan kerajaan Bone (daerah kekuasaan Makasar). Raja Bone yaitu Aru Palaka yang merasa dijajah oleh Makasar mengadakan persetujuan kepada VOC untuk melepaskan diri dari kekuasaan Makasar. Sebagai akibatnya Aru Palaka bersekutu dengan VOC untuk menghancurkan Makasar. Akibat persekutuan tersebut akhirnya Belanda dapat menguasai ibukota kerajaan Makasar. Dan secara terpaksa kerajaan Makasar harus mengakui kekalahannya dan menandatangai perjanjian Bongaya tahun 1667 yang isinya tentu sangat merugikan kerajaan Makasar. Isi dari perjanjian Bongaya antara lain:
a. VOC memperoleh hak monopoli perdagangan di Makasar.
b. Belanda dapat mendirikan benteng di Makasar.
C. Makasar harus melepaskan daerah-daerah jajahannya seperti Bone dan pulau-pulau di luar Makasar.
d. Aru Palaka diakui sebagai raja Bone. Walaupun perjanjian telah diadakan, tetapi perlawanan Makasar terhadap Belanda tetap berlangsung. Bahkan pengganti dari Sultan Hasannudin yaitu Mapasomba (putra Hasannudin) meneruskan perlawanan melawan Belanda.Untuk menghadapi perlawanan rakyat Makasar, Belanda mengerahkan pasukannya secara besar-besaran. Akhirnya Belanda dapat menguasai sepenuhnya kerajaan Makasar, dan Makasar mengalami kehancurannya.
- Kesultanan Kerajaan Gowa dan Tallo
- Tumanurung (±1300)
- Tumassalangga Baraya
- Puang Loe Lembang
- I Tuniatabanri
- Karampang ri Gowa
- Tunatangka Lopi (±1400)
- Batara Gowa Tuminanga ri Paralakkenna
- Pakere Tau Tunijallo ri Passukki
- Daeng Matanre Karaeng Tumapa'risi' Kallonna (awal abad ke-16)
- I Manriwagau Daeng Bonto Karaeng Lakiyung Tunipallangga Ulaweng (1546-1565)
- I Tajibarani Daeng Marompa Karaeng Data Tunibatte
- I Manggorai Daeng Mameta Karaeng Bontolangkasa Tunijallo (1565-1590)
- I Tepukaraeng Daeng Parabbung Tuni Pasulu (1593)
- I Mangari Daeng Manrabbia Sultan Alauddin I Tuminanga ri Gaukanna; Berkuasa mulai tahun 1593 - wafat tanggal 15 Juni 1639, merupakan penguasa Gowa pertama yang memeluk agama Islam
- I Mannuntungi Daeng Mattola Karaeng Lakiyung Sultan Malikussaid Tuminanga ri Papang Batuna; Lahir 11 Desember 1605, berkuasa mulai tahun 1639 hingga wafatnya 6 November 1653
- I Mallombassi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape Sultan Hasanuddin Tuminanga ri Balla'pangkana; Lahir tanggal 12 Juni 1631, berkuasa mulai tahun 1653 sampai 1669, dan wafat pada 12 Juni 1670
- I Mappasomba Daeng Nguraga Sultan Amir Hamzah Tuminanga ri Allu'; Lahir 31 Maret 1656, berkuasa mulai tahun 1669 hingga 1674, dan wafat 7 Mei 1681
- Sultan Mohammad Ali (Karaeng Bisei) Tumenanga ri Jakattara; Lahir 29 November 1654, berkuasa mulai 1674 sampai 1677, dan wafat 15 Agustus 1681
- I Mappadulu Daeng Mattimung Karaeng Sanrobone Sultan Abdul Jalil Tuminanga ri Lakiyung. (1677-1709)
- La Pareppa Tosappe Wali Sultan Ismail Tuminanga ri Somba Opu (1709-1711)
- I Mappaurangi Sultan Sirajuddin Tuminang ri Pasi
- I Manrabbia Sultan Najamuddin
- I Mappaurangi Sultan Sirajuddin Tuminang ri Pasi; Menjabat untuk kedua kalinya pada tahun 1735
- I Mallawagau Sultan Abdul Chair (1735-1742)
- I Mappibabasa Sultan Abdul Kudus (1742-1753)
- Amas Madina Batara Gowa (diasingkan oleh Belanda ke Sri Lanka) (1747-1795)
- I Mallisujawa Daeng Riboko Arungmampu Tuminanga ri Tompobalang (1767-1769)
- I Temmassongeng Karaeng Katanka Sultan Zainuddin Tuminanga ri Mattanging (1770-1778)
- I Manawari Karaeng Bontolangkasa (1778-1810)
- I Mappatunru / I Mangijarang Karaeng Lembang Parang Tuminang ri Katangka (1816-1825)
- La Oddanriu Karaeng Katangka Tuminanga ri Suangga (1825-1826)
- I Kumala Karaeng Lembang Parang Sultan Abdul Kadir Moh Aidid Tuminanga ri Kakuasanna (1826 - wafat 30 Januari 1893)
- I Malingkaan Daeng Nyonri Karaeng Katangka Sultan Idris Tuminanga ri Kalabbiranna (1893 - wafat 18 Mei 1895)
- I Makkulau Daeng Serang Karaeng Lembangparang Sultan Husain Tuminang ri Bundu'na; Memerintah sejak tanggal 18 Mei 1895, dimahkotai di Makassar pada tanggal 5 Desember 1895, ia melakukan perlawanan terhadap Hindia Belanda pada tanggal 19 Oktober 1905 dan diberhentikan dengan paksa oleh Hindia Belanda pada 13 April 1906, kemudian meninggal akibat jatuh di Bundukma, dekat Enrekang pada tanggal 25 Desember 1906
- I Mangimangi Daeng Matutu Karaeng Bonto Nompo Sultan Muhammad Tahur Muhibuddin Tuminanga ri Sungguminasa (1936-1946)
- Andi Ijo Daeng Mattawang Karaeng Lalolang Sultan Muhammad Abdul Kadir Aidudin (1946-1978)
- Andi Maddusila Patta Nyonri Karaeng Katangka Sultan Alauddin II (2011-2014)
- I Kumala Andi Idjo Sultan Kumala Idjo Batara Gowa III Daeng Sila Karaeng Lembang Parang (2014-Sekarang)
Keterangan :
Deskripsi sederhana : Inilah gambar salah satu raja Gowa I Mangimangi Daeng Matutu Karaeng Bonto Nompo Sultan Muhammad Tahur Muhibuddin Tuminanga ri Sungguminasa (bertahta 1936-1946) mendengarkan pidato pengangkatan pejabat gubernur Celebes, Tn. Bosselaar (awal tahun 1930-an).
KERAJAAN ISLAM DI MALUKU
- Kerajaan Ternate
Keterangan :
Gambar ini diambil dari : https://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Ternate
Seskripsi dan penjelasan sederhana : Kesultanan Ternate atau juga dikenal dengan Kerajaan Gapi adalah salah satu dari 4 kerajaan Islam di Kepulauan Maluku dan merupakan salah satu kerajaan Islam tertua di Nusantara. Didirikan oleh Baab Mashur Malamo pada tahun 1257. Kesultanan Ternate memiliki peran penting di kawasan timur Nusantara antara abad ke-13 hingga abad ke-17. Kesultanan Ternate menikmati kegemilangan di paruh abad ke-16 berkat perdagangan rempah-rempah dan kekuatan militernya. Pada masa jaya kekuasaannya membentang mencakup wilayah Maluku, Sulawesi bagian utara, timur dan tengah, bagian selatan kepulauan Filipina hingga sejauh Kepulauan Marshall di Pasifik.
- Kehidupan Keagamaan dan Politik Kerajaan Ternate dan Tidore
Kolano Marhum (1465-1486), penguasa Ternate ke-18 adalah raja pertama yang diketahui memeluk Islam bersama seluruh kerabat dan pejabat istana. Pengganti Kolano Marhum adalah puteranya, Zainal Abidin (1486-1500). Beberapa langkah yang diambil Sultan Zainal Abidin adalah meninggalkan gelar kolano dan menggantinya dengan sultan, Islam diakui sebagai agama resmi kerajaan, syariat Islam diberlakukan, dan membentuk lembaga kerajaan sesuai hukum Islam dengan melibatkan para ulama. Langkah-langkahnya ini kemudian diikuti kerajaan lain di Maluku secara total, hampir tanpa perubahan. Ia juga mendirikan madrasah yang pertama di Ternate. Sultan Zainal Abidin pernah memperdalam ajaran Islam dengan berguru pada Sunan Giri di pulau Jawa. Di sana dia dikenal sebagai Sultan Bualawa (Sultan Cengkih).
- Kesultanan Kerajaan Ternate
Pada masa–masa awal suku Ternate dipimpin oleh para momole. Setelah membentuk kerajaan jabatan pimpinan dipegang seorang raja yang disebut kolano. Mulai pertengahan abad ke-15, Islam diadopsi secara total oleh kerajaan dan penerapan syariat Islam diberlakukan. Sultan Zainal Abidin meninggalkan gelar kolano dan menggantinya dengan gelar sultan. Para ulama menjadi figur penting dalam kerajaan
Setelah sultan sebagai pemimpin tertinggi, ada jabatan jogugu (perdana menteri) dan fala raha sebagai para penasihat. Fala raha atau empat rumah adalah empat klan bangsawan yang menjadi tulang punggung kesultanan sebagai representasi para momole pada masa lalu, masing–masing dikepalai seorang kimalaha. Mereka yaitu Marasaoli, Tomagola, Tomaito dan Tamadi. Pejabat–pejabat tinggi kesultanan umumnya berasal dari klan–klan ini. Bila seorang sultan tak memiliki pewaris maka penerusnya dipilih dari salah satu klan. Selanjutnya ada jabatan – jabatan lain Bobato Nyagimoi se Tufkange (Dewan 18), Sabua Raha, Kapita Lau, Salahakan, Sangaji, dll.
Kolano dan Sultan Ternate
| |
Baab Mashur Malamo
|
1257 - 1277
|
Jamin Qadrat
|
1277 - 1284
|
Komala Abu Said
|
1284 - 1298
|
Bakuku (Kalabata)
|
1298 - 1304
|
Ngara Malamo (Komala)
|
1304 - 1317
|
Patsaranga Malamo
|
1317 - 1322
|
Cili Aiya (Sidang Arif Malamo)
|
1322 - 1331
|
Panji Malamo
|
1331 - 1332
|
Syah Alam
|
1332 - 1343
|
Tulu Malamo
|
1343 - 1347
|
Kie Mabiji (Abu Hayat I)
|
1347 - 1350
|
Ngolo Macahaya
|
1350 - 1357
|
Momole
|
1357 - 1359
|
Gapi Malamo I
|
1359 - 1372
|
Gapi Baguna I
|
1372 - 1377
|
Komala Pulu
|
1377 - 1432
|
Marhum (Gapi Baguna II)
|
1432 - 1486
|
1486 - 1500
| |
1500 - 1522
| |
1522 - 1529
| |
1529 - 1533
| |
1533 - 1534
| |
1535 - 1570
| |
1570 - 1583
| |
Said Barakat Syah
|
1583 - 1606
|
Mudaffar Syah I
|
1607 - 1627
|
Hamzah
|
1627 - 1648
|
Mandarsyah
|
1648 - 1650 (masa pertama)
|
Manila
|
1650 - 1655
|
Mandarsyah
|
1655 - 1675 (masa kedua)
|
Sibori
|
1675 - 1689
|
Said Fatahullah
|
1689 - 1714
|
Amir Iskandar Zulkarnain Syaifuddin
|
1714 - 1751
|
Ayan Syah
|
1751 - 1754
|
Syah Mardan
|
1755 - 1763
|
Jalaluddin
|
1763 - 1774
|
Harunsyah
|
1774 - 1781
|
Achral
|
1781 - 1796
|
Muhammad Yasin
|
1796 - 1801
|
Muhammad Ali
|
1807 - 1821
|
Muhammad Sarmoli
|
1821 - 1823
|
Muhammad Zain
|
1823 - 1859
|
Muhammad Arsyad
|
1859 - 1876
|
Ayanhar
|
1879 - 1900
|
Muhammad Ilham (Kolano Ara Rimoi)
|
1900 - 1902
|
Haji Muhammad Usman Syah
|
1902 - 1915
|
Iskandar Muhammad Jabir Syah
|
1929 - 1975
|
|
- Kerajaan Tidore
Keterangan :
Gambar ini diambil dari : https://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Tidore
Deskripsi sederhana : Kesultanan Tidore adalah kerajaan Islam yang berpusat di wilayah Kota Tidore, Maluku Utara, Indonesia sekarang. Pada masa kejayaannya (sekitar abad ke-16 sampai abad ke-18), kerajaan ini menguasai sebagian besar Pulau Halmahera selatan, Pulau Buru, Pulau Seram, dan banyak pulau-pulau di pesisir Papua barat.
Pada tahun 1521, Sultan Mansur dari Tidore menerima Spanyol sebagai sekutu untuk mengimbangi kekuatan Kesultanan Ternate saingannya yang bersekutu dengan Portugal. Setelah mundurnya Spanyol dari wilayah tersebut pada tahun 1663 karena protes dari pihak Portugal sebagai pelanggaran terhadap Perjanjian Tordesillas 1494, Tidore menjadi salah satu kerajaan paling merdeka di wilayah Maluku. Terutama di bawah kepemimpinan Sultan Saifuddin (memerintah 1657-1689), Tidore berhasil menolak pengusaan VOC terhadap wilayahnya dan tetap menjadi daerah merdeka hingga akhir abad ke-18.
- Bidang Ekonomi dan Sosial Kerajaan Tidore
Sebagai kerajaan yang bercorak Islam, masyarakat Tidore dalam kehidupan sehari-harinya banyak menggunakan hukum Islam. Hal itu dapat dilihat pada saat Sultan Nuku dari Tidore dengan De Mesquita dari Portugal melakukan perdamaian dengan mengangkat sumpah dibawah kitab suci Al-Qur’an.
Kesultanan Tidore terkenal dengan rempah-rempahnya, seperti di daerah Maluku. Sebagai penghasil rempah-rempah, Tidore banyak didatangi oleh Bangsa-bangsa Eropa. Bangsa Eropa yang datang ke Maluku, antara lain bangsa Portugis, Spanyol, dan Belanda.
- Kehidupan Politik dan Kebudayaan Kerajaan Tidore
Kesultanan Tidore mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Nuku (1780-1805 M). Sultan Nuku dapat menyatukan Ternate dan Tidore untuk bersama-sama melawan Belanda yang dibantu Inggris. Belanda kalah serta terusir dari Tidore dan Ternate. Sementara itu, Inggris tidak mendapat apa-apa kecuali hubungan dagang biasa. Sultan Nuku memang cerdik, berani, ulet, dan waspada. Sejak saat itu, Tidore dan Ternate tidak diganggu, baik oleh Portugal, Spanyol, Belanda maupun Inggris sehingga kemakmuran rakyatnya terus meningkat. Wilayah kekuasaan Tidore cukup luas, meliputi Pulau Seram, sebagian Halmahera, Raja Ampat, Kai, dan sebagian Papua. Pengganti Sultan Nuku adalah adiknya, Sultan Zainal Abidin. Ia juga giat menentang Belanda yang berniat menjajah kembali Kepulauan Maluku.
(Sebagai tambahan informasi dan sumber referensi Lihat sumber ini https://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Tidore).
- Kesultanan ( Raja-raja ) Kerajaan Tidore
- Kolano Syahjati alias Muhammad Naqil bin Jaffar Assidiq
- Kolano Bosamawange
- Kolano Syuhud alias Subu
- Kolano Balibunga
- Kolano Duko adoya
- Kolano Kie Matiti
- Kolano Seli
- Kolano Matagena
- 1334-1372: Kolano Nuruddin
- 1372-1405: Kolano Hasan Syah
- 1495-1512: Sultan Ciriliyati alias Djamaluddin
- 1512-1526: Sultan Al Mansur
- 1526-1535: Sultan Amiruddin Iskandar Zulkarnain
- 1535-1569: Sultan Kiyai Mansur
- 1569-1586: Sultan Iskandar Sani
- 1586-1600: Sultan Gapi Baguna
- 1600-1626: Sultan Mole Majimo alias Zainuddin
- 1626-1631: Sultan Ngora Malamo alias Alauddin Syah; memindahkan pemerintahan dan mendirikan Kadato (Istana) Biji Negara di Toloa
- 1631-1642: Sultan Gorontalo alias Saiduddin
- 1642-1653: Sultan Saidi
- 1653-1657: Sultan Mole Maginyau alias Malikiddin
- 1657-1674: Sultan Saifuddin alias Jou Kota; memindahkan pemerintahan dan mendirikan Kadato (Istana) Salero di Limau Timore (Soasiu)
- 1674-1705: Sultan Hamzah Fahruddin
- 1705-1708: Sultan Abdul Fadhlil Mansur
- 1708-1728: Sultan Hasanuddin Kaicil Garcia
- 1728-1757: Sultan Amir Bifodlil Aziz Muhidin Malikul Manan
- 1757-1779: Sultan Muhammad Mashud Jamaluddin
- 1780-1783: Sultan Patra Alam
- 1784-1797: Sultan Hairul Alam Kamaluddin Asgar
- 1797-1805: Sultan Syaidul Jehad Amiruddin Syaifuddin Syah Muhammad El Mab’us Kaicil Paparangan Jou Barakati Nuku
- 1805-1810: Sultan Zainal Abidin
- 1810-1821: Sultan Motahuddin Muhammad Tahir
- 1821-1856: Sultan Achmadul Mansur Sirajuddin Syah; pembangunan Kadato (Istana) Kie
- 1856-1892: Sultan Achmad Syaifuddin Alting
- 1892-1894: Sultan Achmad Fatahuddin Alting
- 1894-1906: Sultan Achmad Kawiyuddin Alting alias Shah Juan; setelah wafat, terjadi konflik internal (Kadato Kie dihancurkan) hingga vakumnya kekuasaan
- 1947-1967: Sultan Zainal Abidin Syah; pasca wafat, vakumnya kekuasaan
- 1999-2012: Sultan Djafar Syah; pembangunan kembali Kadato Kie
- 2012-sekarang: Sultan Husien Syah
PENINGGALAN KERAJAAN- KERAJAAN ISLAM
DI INDONESIA
- KERAJAAN SAMUDRA PASAI
- MAKAM RATU NASHARIYYAH
Keterangan :
Gambar ini diambil dari http://acehtourismagency.blogspot.co.id/2013/01/foto-makam-ratu-nahrisyah-di-kerajaan.html
Deskripsi sederhana : Makam Sultanah aceh Nahrasyiyah lebih dikenal Ratu Nahrisyah yang wafat pada 831 Hijriah (1428 Masehi), terletak di Desa Kuta Krueng (ada juga yang menyebut Kuta Kareung), Kecamatan Samudera, Aceh Utara. Anggota Tim Peneliti dari Central Information for Samudera Pasai Heritage (CISAH) Ramlam Yunus menyebutkan, makam Ratu Nahrisyah adalah makam terindah di Asia Tenggara. Makamnya berdampingan dengan makam ayahnya, Sultan Zainal Abidin, yang wafat sekitar 808 Hijriah atau 1406 Masehi.
- MAKAM SULTAN MALIKUS SHALEH
Keterangan :
Gambar ini diambil dari http://sekilasinfoaceh.blogspot.co.id/2013/02/kerajaan-kerajaan-islam-di-aceh.html
Deskripsi sederhana : Sebelum memeluk agama Islam, nama asli Malik Al Salih adalah Marah Silu atau Meurah Silo. “Meurah” adalah panggilan kehormatan untuk orang yang ditinggikan derajatnya, sementara “Silo” dapat dimaknai sebagai silau atau gemerlap. Marah Silu adalah keturunan dari Suku Imam Empat atau yang sering disebut dengan Sukee Imuem Peuet, yakni sebutan untuk keturunan empat Maharaja/Meurah bersaudara yang berasal dari Mon Khmer (Champa) yang merupakan pendiri pertama kerajaan-kerajaan di Aceh sebelum masuk dan berkembangnya agama Islam.
- MAKAM SULTAN MALIKUS ZAHIR
Keterangan :
Gambar ini diambil dari http://sekilasinfoaceh.blogspot.co.id/2013/02/kerajaan-kerajaan-islam-di-aceh.html
Deskripsi sederhana : Sultan Malik Al Salih menikah dengan Putri Ganggang Sari, keturunan Sultan Aladdin Muhammad Amin bin Abdul Kadi. Dari perkawinan ini, Sultan Malik Al Salih dikaruniai dua orang putra, yaitu Muhammad dan Abdullah. Kelak, Muhammad dipercaya untuk memimpin Kerajaan Pasai, bergelar Sultan Muhammad Malikul Zahir (Sultan Malik Al Tahir), berdampingan dengan ayahandanya yang masih tegap memimpin Kerajaan Samudera. Putra kedua Sultan Malik Al Salih, Abdullah, memilih keluar dari keluarga besar Kerajaan Samudera dan Pasai, dengan mendirikan pemerintahan sendiri Kesultanan Aru Barumun pada 1295.
- HIKAYAT RAJA-RAJA SAMUDRA PASAI
Keterangan :
Deskripsi sederhana : Hikayat Raja-raja Pasai merupakan karya dalam bahasa Melayu yang bercerita tentang kerajaan Islam pertama di Nusantara, Samudera-Pasai, sekarang terletak di Aceh, Indonesia. Dalam Hikayat ini Merah Silu bermimpi bertemu Nabi Muhammad yang kemudian mengislamkannya. Merah Silu kemudian menjadi Sultan Pasai pertama dengan nama Malik al-Saleh.Menurut perkiraan Dr. Russel Jones hikayat ini ditulis pada abad ke-14. Hikayat ini mencakup masa dari berdirinya Kesultanan Samudera-Pasai sampai penaklukan oleh kerajaan Majapahit.
- UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
Keterangan :
Deskripsi sederhana : Universitas Malikussaleh yang terletak di Jl. Cot Tengku Nie, Reuleut, Muara Batu, Aceh Utara, Aceh, Indonesia, didirikan dengan mengambil nama besar Raja Kerajaan Samudera Pasai pertama, yang dilandasi pada semangat estafet kepemimpinan dan pembangunan yang telah diletakkannya melalui sifat kepeloporan, kedinamisan, serta patriotismenya Sultan Malikussaleh. Kerajaan Islam Samudera Pasai dalam sejarah tercatat sebagai Kerajaan Islam pertama di Nusantara yang menjadi cikal bakal pusat pengembangan dan penyebaran agama Islam di kawasan Nusantara dan Asia Tenggara, merupakan pusat Pendidikan Islam dan Ilmu Pengetahuan ternama yang mewariskan semangat pejuang bagi generasi penerusnya dalam mengembangkan agama Islam, ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya yang telah menghasilkan Syech (Guru Besar) dan ilmuan lainnya. Sehingga kecemerlangan pemikiran mereka pada saat itu telah memberi dampak besar pada Era Kemakmuran dan Kejayaan (Welfare State) “Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur" suatu Negeri Indah, Adil, dan Makmur yang Diridhai Allah SWT.
- KERAJAAN ACEH
- Masjid Baitturahman yang dibangun pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda.
Keterangan :
Gambar ini diambil dari : https://id.images.search.yahoo.com/search/images;_ylt=A2oKmLLoM0xXLlMAsl_LQwx.;_ylu=X3oDMTB0N2poMXRwBGNvbG8Dc2czBHBvcwMxBHZ0aWQDBHNlYwNwaXZz?p=warisan+sejarah+kerajaan+aceh+darussalam&fr=chr-greentree_ff&fr2=piv-web
Deskripsi sederhana : Sejarah mencatat, Baiturrahman kembali melewati satu babak dalam sejarah masyarakat Aceh. Mesjid ini merupakan simbol Aceh. Perjalanan Mesjid ini juga merekam sejarah Aceh. Karena itu tak lengkap rasanya bila berkunjung ke Aceh, tanpa menengok Mesjid berkubah lima ini dan sedikit mengenal sejarahnya.
Mesjid ini sudah berada di tengah kota Banda Aceh sejak zaman kesultanan. Ada dua versi hikayat pendiriannya. Ada yang menyebut Sultan Alauddin Johan Mahmud Syah membangun Mesjid ini pada abad ke 13. Dalam versi lain menyatakan Baiturahman didirikan pada abad 17, pada masa kejayaan pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Tak ada yang bisa memastikan mana yang benar. Nama Baiturahman, menurut catatan sejarah, diberikan oleh Sultan Iskandar Muda. Pada masa itu Mesjid ini menjadi salah satu pusat pengembangan ajaran Islam wilayah kerajaan Aceh.
- Makam Sultan Iskandar Muda
Keterangan :
Deskripsi sederhana : Sultan Iskandar Muda Merupakan sultan terbesar dalam sepanjang sejarah kesultanan Aceh yang di pimpinnya pada tahun 1607 sampai tahun 1636. Lokasi Makam Sultan Iskandar Muda sekarang dapat ditemukan di dalam komplek baperis, kelurahan peuniti, kecamatan baiturrahman, banda Aceh. Untuk menuju lokasi wisata sejarah makam Sultan Iskandar Muda ini cukuplah gampang, walau tidak ada angkutan umum atau biasa masyarakat Aceh menyebutnya labi labi yang melintas ke jalan ini, namun pengunjung bisa naik labi labi untuk lebih mendekati lokasi ini.
- Sultan Aceh dalam Manuskrip Bustanussalatin.Keterangan :
Deskripsi sederhana : Salah satu referensi utama dan otentik dalam mengungkapkan sejarah Kesultanan Aceh Darussalam adalah manuskrip (naskah kuno), di antaranya yang terpenting berjudul Bustanus Salatin fi Zikr al-Awwalin wal Akhirin (Bustanus Salatin), yaitu satu-satunya kitab fenomenal yang disusun pada abad ke-17, tepatnya pada masa Iskandar Muda (1607-1636) dan Sultan Iskandar Tsani (1636-1641), dan telah mempengaruhi penulisan karya pada abad-abad selanjutnya. Kitab historis sekaligus memiliki nilai sastra ini terdiri 7 bab, dan khusus gambaran tentang Kesultanan Aceh dan geneologi pemimpinnya pada periode tersebut bearada di bab 2 pasal 13.
- Cap sikeureung, Lambang pemerintahan Kerajaan Aceh.
Keterangan :
Deskripsi sederhana : Setiap Sultan atau Sultanah (Ratu) yang memerintah di Aceh selalu menggunakan sebuah Cap resmi kesultanannya, yang didalam bahasa Aceh disebut Cab Sikureung (Cap Sembilan). Pemberian nama ini didasarkan kepada bentuk stempel itu sendiri yang mencantumkan nama sembilan orang Sultan dan nama Sultan yang sedang memerintah itu sendiri terdapat di tengah-tengah.
- KERAJAAN DEMAK
- MASJID AGUNG DEMAK
Keterangan :
Deskripsi sederhana : Masjid Agung Demak adalah sebuah mesjid yang tertua di Indonesia. Masjid ini terletak di desa Kauman, Demak, Jawa Tengah. Masjid ini dipercayai pernah merupakan tempat berkumpulnya para ulama (wali) penyebar agama Islam, disebut juga Walisongo, untuk membahas penyebaran agama Islam di Tanah Jawa khususnya dan Indonesia pada umumnya. Pendiri masjid ini diperkirakan adalah Raden Patah, yaitu raja pertama dari Kesultanan Demak.
- PINTU BLEDEK
Keterangan :
Gambar ini diambil dari : http://bukanonthespot1.blogspot.co.id/2015/08/benda-dan-bangunan-peninggalan-kerajaan-demak.html
Deskripsi sederhana : Kata bledek memiliki arti “petir” dalam bahasa Indonesia. Pintu ini pada masa kesultanan Demak merupakan salah satu pintu utama Masjid Agung Demak yang digunakan sebagai anti petir. Karena telah tuanya hasil karya masa lalu tersebut kini pintu bledek tidak lagi digunakan sebagai pintu utama masjid Agung melainkan menjadi koleksi barang peninggalan kerajaan di museum masjid.Arsistek pintu tersebut sepertinya lebih di dominasi dengan ukiran berupa kepala naga yang menggambarkan kegunaan pintu tersebut.
- SAKA TATAL dan tiga SAKA lainnya
Keterangan :
Gambar ini diambil dari : http://www.kompasiana.com/dhave/masjid-agung-demak-sisa-dari-sebuah-kerajaan_552a1bdbf17e612a5cd623cc
Deskripsi sederhana : Masih dikaitkan dengan keberadaan Masjid Agung Demak, saka tatal merupakan sebutan bagi salah satu tiang yang digunakan dalam menopang atap masjid. Keunikan benda peninggalan kesultanan demak ini yakni sebuah tiang besar berdiameter hampir 1 meter tersebut terbuat dari belahan-belahan kayu. Menurut berbagai sumber pembuat dari tiang tersebut yakni Sunan Kalijaga yang merupakan salah satu dari Wali Songo. Dikatakan pada masa pembangunan Masjid agung Sunan Kalijaga dapat tugas untuk membuat 4 tiang, namun demikian menjelang berdirinya masjid tersebut Sunan Kalijaga baru mampu membawakan 3 tiang sebagai penyangga bangunan. Karena waktu yang mepet Kalijaga lantas membuatkan sebuah tiang dari belahan-belahan kayu. Karena ini pula tiang tersebut diberi nama saka tatal.
- Makam para raja kerajaan Demak
Keterangan :
Deskripsi sederhana : Setiap hari ribuan peziarah mendatangi Masjid Agung Demak untuk berwisata rohani. Di komplek Masjid Agung juga terdapat pemakaman raja-raja Demak yang telah wafat.
- Bedug dan Kentongan karya Wali Songo
Keterangan :
Gambar ini diambil dari : https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjaRP4o8gTutneDu53jehZ9aTiO-UcBAA9cUE1SXKztetmBqwces1G9Tzg-oRjjzhj4VkD3RCMHV-trHdKmzreoU-5gygvLAD6kaslOXMRKuagoGqg3qYBgDa-KP76NXKxuBTHBJC8KyRA/s1600/Bedug+dan+kentongan.JPG
Deskripsi sederhana : Perlu kita ketahui bersama bahwa ternyata bedug dan kentongan itu pertama kali diperkenalkan oleh para wali songo.
Sebagai sarana pendukung media dakwah dan pemberi tanda bahwa telah masuknya waktu sholat.
- KESULTANAN YOGYAKARTA
- Gedhong Kaca, Museum Hamengku Buwono IX Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat
Keterangan :
Gambar ini diambil dari : https://id.wikipedia.org/wiki/Keraton_Ngayogyakarta_Hadiningrat
Deskripsi sederhana : Walaupun kesultanan tersebut secara resmi telah menjadi bagian Republik Indonesia pada tahun 1950, kompleks bangunan keraton ini masih berfungsi sebagai tempat tinggal sultan dan rumah tangga istananya yang masih menjalankan tradisi kesultanan hingga saat ini. Keraton ini kini juga merupakan salah satu objek wisata di Kota Yogyakarta. Sebagian kompleks keraton merupakan museum yang menyimpan berbagai koleksi milik kesultanan, termasuk berbagai pemberian dari raja-raja Eropa, replika pusaka keraton, dan gamelan. Dari segi bangunannya, keraton ini merupakan salah satu contoh arsitektur istana Jawa yang terbaik, memiliki balairung-balairung mewah dan lapangan serta paviliun yang luas.
- Tanah lapang, "Alun-alun Lor", di bagian utara kraton Yogyakarta dengan pohon Ringin Kurung-nya.
Keterangan :
Gambar ini diambil dari : https://id.wikipedia.org/wiki/Keraton_Ngayogyakarta_Hadiningrat
Deskripsi Sederhana : Alun-alun Lor adalah sebuah lapangan berumput di bagian utara Keraton Yogyakarta. Dahulu tanah lapang yang berbentuk persegi ini dikelilingi oleh dinding pagar yang cukup tinggi Sekarang dinding ini tidak terlihat lagi kecuali di sisi timur bagian selatan. Saat ini alun-alun dipersempit dan hanya bagian tengahnya saja yang tampak. Di bagian pinggir sudah dibuat jalan beraspal yang dibuka untuk umum.
- Praja Cihna.
Keterangan :
Gambar ini diambil dari : http://www.engineear.net/2010/01/praja-cihna-lambang-kebesaran-kesultanan-jogja/
Deskripsi sederhana: Kelompok kami, atau mungkin juga anda-anda semua sering menemui lambing kebesaran Keraton Yogya. Tidak jarang kita bsa menjumpai beberapa mobil memasang lambang ini. Berbagai pernak-pernik juga sering kita jumpai saat kita mengunjungi Malioboro. Nama lambang yang selalu menghiasi bangunan-bangunan Keraton Yogyakarta tersebut adalah Praja Cihna. Dari pengetahuan saya, nama tersebut diambil dari bahasa sansekerta Praja yang berarti Abdi Negara dan Cihna yang berarti Sifat Sejati. Secara harafiah, menurut saya Praja Cihna bisa diartikan Sifat Sejati Abdi Negara
- KERAJAAN PONTIANAK
- Keraton (Istana) Kadriah, kerajaan Pontianak
Keterangan :
Gambar ini diambil dari : http://www.indonesia.go.id/in/provinsi-kalimantan-barat/pariwisata/10541-istana-kadriah-kesultanan-pontianak
Deskripsi sederhana : Inilah gambar Kesultanan Pontianak: 1771–1950. Yang terletak di Kalimantan, Kalimantan Barat. Setelah mendapatkan tempat di Pontianak, kemudian mendirikan Istana Kadriyah dan mendapatkan pengesahan sebagai Sultan Pontianak dari Belanda pada tahun 1779.
- Istana Kuning Maimun Islam di Kalimantan Tengah
Keterangan :
Gambar ini diambil dari : http://www.dream.co.id/jejak/istana-kuning-warisan-indah-kerajaan-islam-kalimantan-tengah-151210s.html
Deskripsi sederhana : Mendengar nama Istana Kuning, mungkin yang terbayang di benak Sahabat Dream adalah sebuah bangunan megah berwarna kuning.
Namun, berbeda dengan Istana Maimun di Kota Medan yang juga dikenal sebagai Istana Kuning karena arsitekturnya dominan berwarna kuning. Istana Kuning yang satu ini tidaklah berwarna kuning kecuali pada gerbangnya saja.
Istana Kuning yang dimaksud adalah sebuah bangunan indah warisan Kerajaan Kutaringin. Istana ini berada tepat di jantung Pangkalan Bun, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah.
Keberadaan Istana Kuning telah menjadi salah satu suguhan wisata daerah yang istimewa untuk disambangi. Penamaan Istana Kuning sendiri bukan tanpa alasan. Ternyata, warna kuning adalah warna keramat bagi masyarakat Kotawaringin.
Istana ini didirikan pangeran ke-9 dari Kerajaan Kutaringin, yaitu Imanudin yang menjabat pada 1811-1841. Konon, Istana Kuning sebenarnya adalah istana kedua yang dibangun di Kalimantan Tengah setelah Istana Al Mursari di Kotawaringin Lama. Istana ini merupakan kebanggaan sejarah dan budaya kerajaan Islam di Kalimantan Tengah.
Arsitektur Istana Kuning terbuat dari kayu ulin yang terkenal kuat dan banyak dipakai pada bangunan-bangunan tradisional di Kalimantan Tengah.
Bangunannya serupa rumah panggung yang megah dengan warna kayu kecokelatan yang dibiarkan alami tanpa dicat. Di depannya, nampak tangga-tangga jenjang yang akan mengantar langkah pengunjung ke pintu masuk istana. Di dalam istana, hampir tak ada isinya. Ukuran bangunannya yang besar dan luas, kian menambah kesan kosong Istana Kuning. Akan tetapi, Anda masih dapat melihat sejumlah lukisan raja-raja terdahulu yang berderet rapi di salah satu sudut ruangan. Terdapat pula kereta kuda yang biasa digunakan keluarga kerajaan zaman dulu untuk berkeliling. Kereta kuda ini adalah kereta kuda yang baru, yang khusus dipesan dari Jawa sebagai pengganti kereta yang sudah terbakar.
Ya, Istana Kuning dan benda-benda yang ada di dalamnya memang pernah terbakar pada tahun 1986. Kebakaran tersebut kabarnya dilakukan oleh seorang wanita yang hilang akal bernama Draya. Peristiwa tersebut menghanguskan seluruh bangunan Istana Kuning berikut isinya. Namun setelah itu, upaya pemugaran dan pelestarian Istana Kuning dilakukan.
- KERAJAAN GOWA DAN TALLO
- Balla Lompoa
Keterangan :
Deskripsi sederhana : Demikianlah Litografi Istana Balla Lompoa pada tahun 1880-an (berdasarkan lukisan oleh Josias Cornelis Rappard). Sebagai tambahan informasi Balla Lompoa sekarang ini sudah mengalami perbaikan dan semakin bagus lagi.
- Benteng Fort Rotterdam
Keterangan :
Gambar ini diambil dari : http://daengbecakmks.blogspot.co.id/2013/07/benten-fort-rotterdam-jejak-sejarah.html
Deskripsi sederhana : Apa yang menarik dari Benteng Fort Rotterdam di Makassar ini? Benteng tersebut merupakan benteng yang menjadi saksi sejarah perjuangan kota Makassar. Benteng Fort Rotterdam dulunya dibangun untuk menjadi benteng pertahanan rakyat Makassar terhadap penjajahan Belanda. Namun sayangnya, setelah berhasil dikuasai Belanda, benteng ini berubah menjadi tempat utama penyimpanan rempah-rempah. Untuk lebih jelas dan lengkapnya silahkan kunjungi alamat ini http://darimakassar.com/benteng-fort-rotterdam/
- Masjid Katangka
Keterangan :
Gambar ini diambil dari : https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiNutRTX4otGmXk3EVlgvA4UEILvWnoO5xWInVyeWOuOsIq3fJyKgbqVmkph_FKhLLukHtX-LA4GPqdYlM2ngr1j1q_gBCBhrJOj3SzjjGGmVlosUtPiq9JFfSL7R0xXCmVAAxBq8EQ6Yg/s1600/Untitled-1+fgh.jpg
Deskripsi sederhana : Gambar di atas adalah potret masjid Katangka, Mesjid Katangka ini didirikan pada tahun 1605 M. Sejak berdirinya telah mengalami beberapa kali pemugaran. Pemugaran itu berturut-turut dilakukan oleh Sultan Mahmud (1818), Kadi Ibrahim (1921), Haji Mansur Daeng Limpo, Kadi Gowa (1948), dan Andi Baso, Pabbicarabutta Gowa (1962) sangat sulit mengidentifikasi bagian paling awal (asli) bangunan mesjid tertua Kerajaan Gowa ini.
Berikut salah satu gambar Masjid Katangka ini setelah Revisi :
Keterangan :
Gambar ini diambil dari https://www.academia.edu/5703129/Kerajaan_Gowa_Tallo
Sangat nampak dan terlihat jelas perbedaan dari potret gambar sebelum perbaikan di zaman kerajaan dahulu dengan gambar saat ini setelah perbaikan pertama kali, untuk lebih jelasnya silhkan mengakses di internet saja.
- Makam Raja- Raja Gowa dan Tallo
Keterangan :
Gambar-gambar ini (gambar 1,2,3,4)diambil dari : http://wisatadanbudaya.blogspot.co.id/2010/11/sisa-peninggalan-dan-kompleks-makam.html
Deskripsi sederhana : Makam raja-raja. Tallo adalah sebuah kompleks makam kuno yang dipakai sejak abad XVII sampai dengan abad XIX Masehi. Letaknya di RK 4 Lingkungan Tallo, Kecamatan Tallo, Kota Madya Ujungpandang. Lokasi makam terletak di pinggir barat muara sungai Tallo atau pada
sudut timur laut dalam wilayah benteng Tallo. Ber¬dasarkan basil penggalian (excavation) yang dilakukan oleh Suaka Peninggalan sejarah dan Purbakala (1976¬-1982) ditemukan gejala bahwa komplek makam ber¬struktur tumpang-tindih. Sejumlah makam terletak di atas pondasi bangunan, dan kadang-kadang ditemukan fondasi di atas bangunan makam. Kompleks makam raja-raja Tallo ini sebagian ditempat¬kan di dalam bangunan kubah, jirat semu dan sebagian tanpa bangunan pelindung: Jirat semu dibuat dan balok¬balok ham pasir. Bangunan kubah yang berasal dari kuran waktu yang lebih kemudian dibuat dari batu bata.
Penempatan balok batu pasir itu semula tanpa memper¬gunakan perekat. Perekat digunakan Proyek Pemugaran. Bentuk bangunan jirat dan kubah pada kompleks ini kurang lebih serupa dengan bangunan jirat dan kubah dari kompleks makam Tamalate, Aru Pallaka, dan Katangka. Pada kompleks ini bentuk makam dominan berciri abad XII Masehi.
- Museum Lagaligo dan sekitarnya
Keterangan :
Gambar ini diambil dari : https://indotim.wordpress.com/2013/04/13/warisan-pusaka-kerajaan-di-sulawesi-selatan/
Deskripsi sederhana : Musium tua disebuah sudut Makassar yakni Di Dalam Benteng Rotherdam sebuah gedung yang sederhana dengan Title papan nama yang masih terlihat kokoh yakni Musium Lagaligo. yang dimana menyimpan kekayaan-kekayaan budaya masyarakat bugis makassar klasik. akan tetapi musium ini sangat lah sepi akan pengunjung yang ingin mengetahui warisan budaya bugis makassar. Apa saja yang ada didalam musium ?. Pusaka Kerajaan Gowa, Pusaka Kerjaan Bone, Pusaka Kerajaan Luwu, Kitab Lontara, Kitab La Galigo, Perlengkapan Kerjaaan-kerajaan di sulawesi selatan. Dan Masih banyak Lagi yang menyangkut kebudayaan klasik bugis makassar.
Selain yang disebutkan tadi ada masih banyak lagi warisan sejarah Kerajaan Sulawesi Selatan
- Mahkota Raja.
Keterangan :
Gambar ini diambil dari : https://indotim.files.wordpress.com/2013/04/lagaligo-gandung_salokoa.jpg
Deskripsi sederhana : inilah gambar mahkota yang dipakai oleh para pakkaraja atau pembesar tepatnya Raja saat memegang kekuasaan di masa kerajaan dahulu, di Sulawesi Selatan.
- Surek La Galigo
Keterangan :
Gambar ini diambil dari : https://indotim.files.wordpress.com/2013/04/lagaligo2.jpg
Deskripsi sederhana : Sure’ Lagaligo, atau disebut juga Kitab La Galigo adalah sebuah epik mitos penciptaan dari peradaban Bugis di Sulawesi Selatan (sekarang bagian dari Republik Indonesia) yang ditulis di antara abad ke-13 dan ke-15 dalam bentuk puisi bahasa Bugis kuno, ditulis dalam huruf Lontara kuno Bugis.[1] Puisi ini terdiri dalam sajak bersuku lima dan selain menceritakan kisah asal usul manusia, juga berfungsi sebagai almanak praktis sehari-hari.[1][2].
Epik ini dalam masyarakat Bugis berkembang sebagian besar melalui tradisi lisan dan masih dinyanyikan pada kesempatan-kesempatan tradisional Bugis penting. Versi tertulis hikayat ini yang paling awal diawetkan pada abad ke-18, di mana versi-versi yang sebelumnya telah hilang akibat serangga, iklim atau perusakan.[1] Akibatnya, tidak ada versi Galigo yang pasti atau lengkap, namun bagian-bagian yang telah diawetkan berjumlah 6.000 halaman atau 300.000 baris teks, membuatnya menjadi salah satu karya sastra terbesar
- Pelabuhan Paotere
Keterangan :
Gambar ini diambil dari : https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjs0ZY7qLo9hL_DKdVvDbX3aszcnTs0Pf-cri1oWtXf2HntnGETFNAK2Um9hnpI5oRQUv-ww-qmtFTybpnr1l2dBPGGi10xj9WQ_xpUMKkYtfhK9x8ImxS8-gJDdTncHvbn4hfF2MLSx_68/s1600/3.png
Deskripsi sederhana : Potere adalah suatu pelabuhan perahu yang terletak di Kecamatan Ujung Tanah, Makassar, Sulawesi Selatan. Pelabuhan yang berjarak ± 5 km (± 30 menit) dari pusat Kota Makassar ini merupakan salah satu pelabuhan rakyat warisan tempo doeloe yang masih bertahan dan merupakan bukti peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo sejak abad ke-14 sewaktu memberangkatkan sekitar 200 armada Perahu Phinisi ke Malaka.
Pelabuhan Paotere sekarang ini masih dipakai sebagai pelabuhan perahu-perahu rakyat seperti Phinisi dan Lambo dan juga menjadi pusat niaga nelayan, di mana dapat dilihat di sepanjang jalan di pelabuhan berjejer toko-toko yang menjual berbagai macam jenis ikan kering, perlengkapan nelayan, serta beberapa restoran seafood.
- KERAJAAN TERNATE DAN TIDORE
- Sigi Lamo - Masjid kerajaan Ternate
Keterangan :
Gambar ini diambil dari : https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Berkas:Masjid-ternate.jpg&filetimestamp=20150724173824&
Deskripsi sederhana : Terlihat dari gambar di atas sanagt mengagumkan dan patut diberi apresiasi. Inilah gambar atau potret gambar Sigi Lamo salah satu peninggalan dan bukti sejarah terbesar dari kesultanan Ternate.
- Istana kesultanan Ternate
Keterangan :
Deskripsi sederhana : inilah gambar atau potret Istana Kesultanan Ternate di kaki Gunung Gamalama, Kota Ternate, sangat wow dan menakjubkan sekali, patut di apresiasi baik.
- Istana Kesultanan Tidore
Gambar Lainnya :
Keterangan :
Gambar ini diambil dari : https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Berkas:Istana-sultan-tidore.jpeg&filetimestamp=20150803161922&
Deskripsi sederhana : Demikianlah Foto Kadato Kie Kesultanan Tidore (KOMPAS.COM/I MADE ASDHIANA) Gambar pertama kami ambil dari sumber yang berbeda agaar dapat lebih memperjelas pandangan para pembaca terhadap tampilan bangunan istana kesultanan tersebut.
- Brang –barang bersejarah lainnya d i Museum Sonyine Malige
Keterangan :
Gambar ini diambil dari : http://tips-wisata-indonesia.blogspot.co.id/2015/06/museum-kesultanan-tidore-sonyine-malige.html
Deskripsi sederhana : inilah dua gambar peninggalan sejarah tebesar kesultanan Tidore, yang pertama Al-Qur’an kuno kerajaan yang merupaka Al-Qur’an tertua tulis tangan di Tidore, kemudian selanjutnya ada mahkota berambut yang dikenakan para raja yang pernah berkuasa di sana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar